Senin, 20 Juli 2009

Sejarah SepakBola Indonesia

Berdiri: 1930

Alamat: Main Stadium Gelora Bung Karno Gate X-XI Senayan Indonesia

Telpon: (62) 21 570 4762

Ketua: Drs. H.A.M Nurdin Halid

Direktur: Nugraha Besoes, SE (General Secretary)

Stadion: Gelora Bung Karno
Sejarah
Indonesia, Macan Asia Yang Tertidur

Pernah disegani di kawasan Asia, kini sepakbola Indonesia tertidur pulas.

Oleh Agung Harsya

Seiring semangat kebangsaan yang tercetus dasawarsa 1920-an, Ir. Soeratin Sosrosoegondo mendirikan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk mewadahi kegiatan sepakbola di nusantara sekaligus menjadi salah satu alat perjuangan bangsa. Tanpa inisiatif tersebut, sepakbola Indonesia tidak pernah dikenal di zaman kolonialisasi karena terkotak-kotak ke dalam berbagai bond sepakbola lokal.

PSSI mulai dikhawatirkan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sebagai bentuk upaya menandingi kekuatan PSSI, didirikan Nederlandsh Indische Voetbal Unie (NIVU) pada 1936. Menjelang Piala Dunia Prancis 1938, dibuatlah perjanjian antara kedua pihak untuk mengirim tim perwakilan. Namun, karena tidak menghendaki bendera yang dipakai tim, Soeratin membatalkan secara sepihak perjanjian tersebut. NIVU tetap mengirimkan tim ke Prancis dengan bendera Hindia Belanda. Tim tersebut adalah perwakilan Asia pertama sepanjang sejarah Piala Dunia.

Jejak Indonesia sebagai salah satu tim yang disegani di kawasan Asia pun dimulai.

Sepakbola Indonesia memasuki periode keemasan disertai dengan sederetan pemain legendaris Merah-Putih lahir pasca-kemerdekaan, seperti antara lain Ramang, Maulwi Saelan, Suardi Arland, dan Tan Liong Houw. Pada periode yang sama, Indonesia dilatih pelatih legendaris asal Yugoslavia, Tony Pogacnik.

Nama Indonesia mulai diperhitungkan di kawasan Asia. Merah-Putih sukses menembus semi-final Asian Games Manila 1954, namun kalah 4-2 dari Taiwan. Pada partai perebutan medali perunggu, Indonesia dikalahkan Burma (sekarang Myanmar) 3-2.

Pada Olimpiade Melbourne 1956, Indonesia juga mengirimkan tim sepakbola. Di babak perempat-final, Indonesia langsung menghadapi favorit juara Uni Soviet. Setelah sempat menahan imbang 0-0, Indonesia takluk 4-0 pada partai ulangan hari berikutnya. Prestasi ini kemudian selalu disebut-sebut sebagai sejarah tertinggi sepakbola Indonesia.

Di kancah Asian Games dua tahun berikutnya di Tokyo, Indonesia kembali gugur di babak semi-final dari lawan yang sama. Kali ini Taiwan lolos ke final setelah memenangkan pertarungan 1-0. Namun, Indonesia sukses membungkus medali perunggu dengan melibas India 4-1.

Kesempatan terbaik untuk meraih medali emas muncul empat tahun kemudian ketika Asian Games digelar di Jakarta. Persiapan dilakukan dengan menyiapkan dua timnas -- satu terdiri dari pemain senior dan satu lagi dari para pemain muda. Sayangnya, ketika semangat mulai terbangun, timnas dihantam Skandal Senayan. Beberapa pemain diduga tersangkut penyuapan oleh bandar judi. Kekuatan Indonesia berkurang dan cabang sepakbola gagal total saat berlaga.

Indonesia sebenarnya juga berpeluang menembus kualifikasi Piala Dunia 1962. Setelah melewati hadangan Cina, Indonesia harus melewati Israel -- lawan yang sedang diboikot negara-negara Arab, termasuk Indonesia. Masalah politik terpaksa membendung ambisi masyarakat menyaksikan bendera Indonesia berkibar di Piala Dunia.

Hegemoni sepakbola Indonesia mulai beralih ke kawasan Asia Tenggara. Sebelum berpartisipasi dalam SEA Games 1977, Indonesia kerap berlaga di turnamen antarnegara, seperti Merdeka Games Malaysia, Piala Raja Thailand, Piala Aga Khan Bangladesh, atau President Cup Korea Selatan.

Setelah turun di pesta sepakbola Asia Tenggara itu, Indonesia harus menunggu sepuluh tahun sebelum meraih medali emas. Gol tunggal Ribut Waidi ke gawang Malaysia pada babak pertama di Senayan mengukuhkan nama Indonesia sebagai raja Asia Tenggara.

Setahun sebelumnya, Indonesia mengukir kejutan di Asian Games Seoul. Di bawah asuhan pelatih Bertje Matulapelwa, Indonesia meraih tempat keempat. Prestasi yang cukup menggembirakan itu ditambah ketika Sinyo Aliandoe mampu membawa Indonesia selangkah lebih dekat ke Piala Dunia 1986. Namun, Merah-Putih kalah tangguh dibandingkan Korea Selatan -- yang akhirnya lolos ke Meksiko.

Prestasi Indonesia mulai menukik. Usai Ferril Hattu mengapteni tim memenangi medali emas SEA Games 1991, tidak ada lagi prestasi tinggi yang diraih Merah-Putih.

Terutama ketika mulai 1999, SEA Games diikuti tim U-23. Untuk tim senior Asia Tenggara, Piala AFF -- atau dulu dikenal Piala Tigers -- menjadi ajang prestise tertinggi. Prestasi Indonesia mentok di posisi runner-up. Catatan tersebut diraih tiga kali penyelenggaraan beruntun -- 2000, 2002, dan 2004. Tidak hanya posisi nomor dua, Indonesia menuai hujatan setelah pada Piala Tigers 1998 sengaja mengalah 3-2 ketika melawan Thailand. Pertandingan itu ditandai dengan gol yang disengaja Mursyid Effendi ke gawang sendiri.

Indonesia hanya mampu mencetak kejutan-kejutan yang hanya dapat dianggap sebagai prestasi minor belaka. Empat kali berturut-turut berlaga di Piala Asia, Indonesia hampir selalu menghadirkan kejutan.

Di Uni Emirat Arab 1996, Widodo Cahyono Putro mencetak gol spektakuler yang kemudian dinobatkan sebagai gol terbaik Asia tahun yang sama. Setelah melempem di Libanon 2000, Indonesia sukses membukukan kemenangan pertama di kancah pesta sepakbola tertinggi Benua Kuning itu. Qatar ditekuk 2-1, sekaligus membuat pelatih Philippe Troussier dipecat. Pada edisi terakhir di kandang sendiri, 2007, Indonesia sempat menang 2-1 atas Bahrain. Kalah di dua pertandingan selanjutnya atas Arab Saudi dan Korea Selatan, tapi seperti dimaafkan berkat penampilan yang penuh semangat.

Animo masyarakat pun melonjak tinggi. Prestasi boleh minim, timnas tetap dicintai. Apapun, catatan tersebut tak lantas menghilangkan seretnya prestasi sepakbola Indonesia. Sudah 17 tahun lebih Indonesia tak lagi meraih gelar bergengsi. Terakhir di Piala AFF 2008, Indonesia kalah tangguh dari Thailand di babak semi-final.

Macan yang dulu mengaum lantang di Asia itu kini sedang tertidur pulas...

Prestasi
Piala Dunia: 1938 (babak pertama - di bawah Hindia Belanda).

ASEAN Football Federation Cup: Runner-Up: 2000, 2002, 2004.

South East Asian Games: Juara: 1987, 1991. Runner-Up: 1979, 1997.

Orang-orang Nurdin di PSSI ’saling sikut’ Haruna pesimistis tenggat FIFA terpenuhi

Senin, 17 Maret 2008

JAKARTA - Pendukung-pendukung Nurdin Halid yang menjadi pengurus di PSSI mulai retak dan mereka mulai saling ’sikut’. Bahkan ada yang membeberkan kepada wartawan tentang surat ultimatum dari AFC yang meminta PSSI segera melakukan pemilihan ulang ketua umum PSSI selambat-lambatnya tanggal 4 Agustus mendatang.

Tersebarnya surat ultimatum dari konfederasi sepak bola Asia, AFC itu, merupakan indikasi mulai terjadi keretakan di tubuh PSSI. Sebagian pengurus mulai risih dengan sikap bertahannya Nurdin Halid meski FIFA telah mendesak PSSI untuk segera menggantinya dan memilih ketua umum baru.

Pengamat sepakbola Sinyo Aliandoe menanggapi surat dari AFC bertanggal 6 Maret yang ditandatangani Sekretaris Jenderal AFC Dato Paul Mony Samuel itu, merupakan sinyal bahwa PSSI, terutama Nurdin Halid harus legawa dan melakukan pemilihan ketua umum baru.

’’Surat tersebut seharusnya tersimpan rapat, tetapi tampaknya sengaja dibocorkan. Ini juga menandakan pendukung Nurdin Halid tidak lagi solid. Mulai muncul keretakan di PSSI,’’ katanya.

Surat AFC bernomor AFC/ PSSI/MBH/CMP-legal 08 itu memberi tenggat 4 Mei kepada PSSI untuk menyelesaikan revisi Pedoman Dasar (statuta PSSI) serta melakukan kongres pemilihan pengurus paling lambat 4 Agustus 2008. Menurutnya, Nurdin Halid memang tidak bisa lagi bertahan karena FIFA ataupun AFC sudah tidak mengakuinya.

’’Ini di luar perkiraannya (Nurdin Halid). Sebelumnya, ia mengira bakal mendapat dukungan dari AFC, namun nyatanya justru AFC memperkuat posisi FIFA yang tidak mengakui Nurdin Halid dan menghendaki PSSI segera melakukan pemilihan ulang ketua umum,’’ ujar Sinyo.

Ditambahkan mantan pelatih nasional itu, sikap ngotot Nurdin hanya akan membahayakan persepakbolaan Indonesia. ’’Akan ada tindakan, seperti negaranegara lain. Tindakannya jelas, pembekuan, jika PSSI tidak mematuhi tenggat yang telah ditentukan tersebut,’’ ujarnya.

Pesimistis
Anggota Komite Eksekutif PSSI, Haruna Soemitro, tidak berani berkomentar soal surat AFC itu. Ia mengatakan, di antara anggota Komite Eksekutif ada kesepakatan, yang boleh berbicara hanya juru bicara PSSI, Mafirion. Saat ingin dikonfirmasi kemarin, Mafirion tak bisa dihubungi.

Mafirion, melalui pesan singkat SMS, mengungkapkan, tak ada perkembangan baru terkait revisi Pedoman Dasar PSSI. ’’Enggak ada yang mesti saya jawab. Saat ini tidak ada hal baru,’’ kata Mafirion. Penegasan Mafirion ini disampaikan sekitar sepekan setelah surat AFC dikirim kepada PSSI.

Haruna hanya menyatakan, ia pesimistis, batas waktu yang diberikan AFC atau FIFA untuk menyelesaikan revisi statuta bisa dipenuhi. ’’Untuk mengesahkan Pedoman Dasar perlu Munaslub (musyawarah nasional luar biasa) dan kalau harus selesai Mei sangat sulit,’’ katanya.

Berneda dengan Haruna, Sinyo mengatakan, jika ada niat baik dari PSSI, revisi statuta tidak membutuhkan waktu terlalu lama. Menurut dia, lamanya penyelesaian revisi tampaknya sengaja dilakukan PSSI.

’’PSSI sepertinya mengulurulur waktu penyelesaian revisi statuta, kalau niat, seminggu juga bisa selesai. Seperti tahun 2004 lalu, saat perubahan Anggaran Dasar PSSI yang telah berlaku selama puluhan tahun diubah menjadi Pedoman Dasar, hanya butuh sekitar seminggu.’’

’’Kenapa sekarang tidak bisa? Lagi pula, AFC sudah memberikan tuntunan dengan 26 pasal yang harus diubah,’’ lanjutnya. Ce-did

Direktur BTN : Timnas Sudah Evaluasi

pakibnu.gif Beragam komentar yang mengiringi kegagalan timnas senior Indonesia merenggut gelar di turnamen Merdeka Games, setelah di final menyerah 1-2 pada Myanmar, Selasa (29/8) lalu, membuat Badan Tim Nasional PSSI angkat-bicara. Menurut keterangan Direktur BTN PSSI Ibnu Munzir, kegagalan itu tidak bisa dijadikan ukuran untuk merespon penampilan timnas senior di Piala Asia 2007.

Ibnu Munzir menyatakan, Merdeka Games sejak awal hanya dijadikan sasaran antara dalam proses pembentukan tim inti yang bermaterikan 24 pemain untuk diterjunkan ke Piala Asia 2007 itu. Dalam proses itu, manajemen timnas senior sudah menyusun serangkaian program yang antaranya adalah mengikuti Merdeka Games itu.

“Kita sepakat bahwa kekagagalan itu menyakitkan, tetapi BTN sejak awal tidak manargetkan peraihan gelar di turnamen itu karena manajemen timnas senior juga belum bisa merangkum pemain-pemain terbaik yang sebagian masih harus memperkuat klubnya di Piala Indonesia,” jelas Ibnu Munzir.

Disinggung tentang kemungkinan dilakukannya evaluasi menyeluruh dari kegagalan timnas senior merebut gelar di Merdeka Games itu, Ibnu Munzir menyatakan bahwa evaluasi itu tentunya secara otomatis sudah dilakukan oleh tim manajemen timnas senior.

“Evaluasi itu tentu dilakukan secara otomatis, termasuk mengenai kinerja pelatih Peter Withe,” kata Ibnu Munzir.

Menurut Ibnu, manajemen timnas senior secara lisan sudah memberikan evaluasi dari penampilan timnas di Merdeka Games.

“Dalam hal ini BTN hanya dilapori, sebab dengan BTN sifatnya hanya koordinatif,” jelas Ibnu Munzir.

Kekalahan timnas senior dari Myanmar di final Merdeka Games 2006 telah mengundang kritik tajam atas kinerja pelatih kepala Peter Withe. Mantan pemain Aston Villa dan timnas Three Lions (Inggris) ini dinilai tidak mampu meningkatkan kinerja timnas secara signifikan. Selama dua tahun menangani beberapa timnas Peter Withe selalu gagal mengantar timnya merebut gelar, paling banter runner-up.

Tak kurang dari mantan pelatih nasional Sinyo Aliandoe, mantan pelatih PSIS Sutan Harhara, serta mantan pemain nasional Ricky Yacobi yang menyerukan perlunya BTN PSSI melakukan evaluasi menyeluruh tentang kinerja Peter Withe itu.

Kekesalan Sinyo lebih-lebih karena lawan yang dihadapi oleh timnya Peter Withe di final Merdeka Games 2006 ini adalah tim yang dengan materi pemain muda di bawah usia 23 tahun, yang dipersiapkan untuk Asian Games 2006 serta SEAG 2007 Bangkok.

Ibnu Munzir mangakui bahwa jalan yang ditempuh timnas senior menuju ke Piala Asia 2007 memang masih sangat terjal. Namun demikian, dia juga meminta agar masyarakat pecinta sepakbola tidak buru-buru bersikap pesimistis.

“Jalan kita masih panjang dan waktu yang kita miliki pun masih cukup banyak,” kata Ibnu Munzir yang juga ketua bidang organisasi dan keanggotaan PSSI itu.

Disinggung tentang pelatihan timnas senor pasca kegagalan di Merdeka Games ini, Ibnu Munzir mengatakan bahwa manajemen timnas senior sudah memberikan laporan secara lisan tentang kemungkinan dilakukannya pelatihan di Sulsel dan Jatim.

“Setelah beberapa hari diliburkan mereka akan menjalani latihan di Sulsel, termasuk dengan menjalani serangkaian pertandingan di Makassar dan Pare Pare. Mereka juga kemudian akan menjalani latihan di Gresik,” jelasnya.

Menurut keterangan manajer timnas senior Andi Darussalam Tabusalla sebelumnya, pelatihan di Sulsel dan Gresik ini akan dilakukan selama sekitar dua bulan. Andi Tabussala menyatakan juga bahwa timnas senior kemungkinan besar tetap akan diterjunkan ke Piala AFF bulan Januari. Tentang rencana pelatihan di Birmingham, Inggris, Andi Darussalam mengatakan bahwa semua itu tergantung pada kesiapan dana BTN.(adi)

MANTAN PEMAIN Stop Kekerasan Sepakbola

Kamis, 8 September 2005
JAKARTA (Suara Karya): Stop kekerasan di pertandingan sepakbola. Forum mantan pemain nasional meminta semua pihak, terutama PSSI agar menghentikan kekerasan yang terjadi di kompetisi Liga Indonesia, Piala Indonesia, Divisi I dan II. Kerusuhan antar pemain, penganiayaan terhadap wasit, pengaturan skor dinilai sudah sangat mencemaskan.

"Kami sangat prihatin maraknya kekerasan di sepakbola kita. Kalau kondisi ini tidak segera dihentikan, bukan tidak mungkin berdampak buruk terhadap sepakbola. Para orang tua akan takut anaknya bermain sepakbola. PSSI harus menjaga wibawanya, bertindak tegas agar kerusuhan antar pemain, penganiayaan wasit, pengaturan skor bisa diberantas," ujar mantan striker tim nasional era 1975-an Ronny Patinasarani.

Sinyo Aliandoe menegaskan, dalam rangka pertandingan babak delapan besar Liga Indonesia yang akan dimulai Jumat (16/9) di dua kota, Jakarta dan Jayapura, PSSI, panitia pelaksana harus benar-benar menjaga keselamatan para pemain sejak mereka datang di lapangan hingga pulang sehabis pertandingan.

Menurut Sinyo, kerusuhan antar pemain, kebrutalan suporter, penganiayaan wasit yang memimpin pertandingan, pengaturan skor, di mana setiap tuan rumah selalu harus menang, sudah mencemaskan.

Kebijaksanaan PSSI yang membolehkan penggunaan lima pemain asing di sebuah klub harus ditinjau ulang. Karena terlalu banyak, menutup pemain lokal untuk tumbuh berprestasi bagus. Sementara pemain luar negeri yang berlaga di kompetisi sepakbola Indonesia kualitasnya tidak jelas. Para pemain impor itu tidak bisa menjadi contoh yang baik bagi para pemain lokal.

"Kualitas mereka sebagian besar jelek, Bahkan permainannya pun kasar. Pada saat latihan sering kali melawan pelatihnya. Saya minta PSSI serius mengatasi masalah ini," kata om Sinyo panggilan akrab Sinyo Aliandoe. (Yon P)

Petang Ini, di Stadion Langsa Hanya Ada Satu Kata, Menang!

Jumat, 17 Jul 2009 | 16:44:42 WIB
ARSIP :

Serambi : Sepakbola
cetak berita Cetak Artikel
# 05/07/2006 10:28 WIB


Petang Ini, di Stadion Langsa
Hanya Ada Satu Kata, Menang!

PETANG ini Stadion Langsa kembali menjadi saksi dari sebuah upaya heroik Surya Darma dkk untuk mencari sebuah kepastian terhindar dari zona degradasi Divisi I PSSI. Pasukan besutan Sinyo Aliandoe itu akan terlibat perseteruan hidup mati dengan PSP Padang. Kedua tim hanya punya satu tekad, menang.

Perburuan angka penuh kedua skuad tersebut memang dilandasi kepentingan berbeda. PSBL mencari posisi aman agar tak terjungkal ke Divisi II, serta masuk dan keluar kampung untuk merengkuh kembali kehormatan Divisi I. Memang, jika hanya satu tim yang terdegradasi, posisi PSBL Langsa sudah super aman.

Namun jangan lupa, belakangan ada wacana bahwa sebanyak dua tim posisi bawah masing-masing wilayah akan terdegradasi. Nah, dalam kondisi ini, nasib PSBL jelas belum aman. Tergelincir dari PSP bisa membuat anak-anak Langsa akan bergabung dengan PSBL Bandar Lampung yang sudah pasti dikirim ke Divisi II.

Hasil imbang saja bisa membuat Surya Darma akan terkejar oleh Medan Jaya dan PS Palembang. Jelas, ini risiko yang tak boleh diambil oleh pasukan Sinyo Aliandoe.

Sementara bagi PSP Padang yang diasuh oleh Jhon Arwandi, angka penuh adalah harga mati. Hanya dengan kemenangan, mereka bisa mendampingi PSSB Birueun untuk laga lanjutan menuju altar Divisi Utama. Itupun dengan catatan, Persiraja Banda Aceh dijungkalkan oleh PSBL Bandar Lampung yang kini sudah ’mati busi‘.

Bagi PSP tentu akan ngotot untuk meraih angka penuh. Termasuk berharap agar Tarmizi Rasyid dkk terjungkal di Lampung. Hanya dengan itu, mereka masih bisa menyalakan harapan, untuk merintis jalan menuju Divisi Utama PSSI.

Sinyo Aliandoe yang dihubungi, kemarin, mengatakan, pasukan Elang Biru––julukan untuk PSBL Langsa––akan tampil dengan kekuatan penuh. Sinyo ingin memelihara rekor tanpa cela selama membawa PSBL pada putaran kedua.

Pelatih berbadan subur itu terhitung luar biasa. Mengambil alih PSBL dari tangan Hamdani Lubis, saat PSBL hanya mampu mengoleksi point 4, Bung Sinyo membawa PSBL dalam langkah spektakuler. Surya Darma dkk melangkahi tujuh perlagaan tandang/kandang tanpa terkalahkan, baik di lintas Divisi I maupun Copa Djie Sam Soe. Salah satu hasil fenomenal adalah ketika menggilas Medan Jaya 4-0 di Medan.

Sinyo tentu tak mau rekornya tercela, dan itu justru di depan para pendukung Elang Biru yang kini mulai menaruh harapan terhadap tim tersebut. Untuk itu ia akan menginstruksikan Surya Darma dkk tampil allout.

Bagi Sinyo, duel dengan PSP Padang merupakan laga yang sangat menarik dan penuh tantangan. Masalahnya, tim Ranah Minang itu datang ke Langsa dengan ambisi membubung. Memenangkan laga agar dapat meluncur dalam daftar dua besar.

Di sisi lain, Sinyo juga ingin membuktikan kepada bola mania di Langsa, bahwa PSBL saat ini adalah sebuah tim dengan spirit kebangkitan luar biasa. Dan PSP adalah salah satu yang akan menjadi korban dalam pembuktian spirit tersebut.

Petang nanti, kecuali Heru, semua anak-anak PSBL Langsa dapat tampil ke lapangan hijau. Heru tak bisa merumput, karena terkena akumulasi kartu kuning.

Sinyo memang tak mau terlalu banyak umbar kata tentang laga petang nanti. Namun ia mengakui bahwa PSBL akan digerakkan dengan formasi favoritnya 3-5-2. Formasi ini dinilai ideal, dengan lebih menfokuskan penguasaan lapangan tengah.

Selain itu menjadi ampuh untuk kebutuhan bertahan atau ovensive, dengan reformasi menjadi 4-4-2. Untuk posisi tombak kembar itu bisa jadi dipercayakan kepada duo legiun asing, Tibidi Alexis dan Kalvien Kie. “Kami tak mau ambil risiko untuk kalah di kandang, jadi angka penuh adalah target utama,” kata Sinyo Aliandoe.

Optimisme kubu tuan rumah itu tak membuat ciut nyali kubu PSP. Pelatih PSP Jhon Arwandi dengan tegas menyatakan, meski bermain di kandang lawan, mereka tetap memburu angka penuh. “Kami telah mempersiapkan diri secara maksimal, agar dapat tampil dengan baik serta mengalahkan PSBL Langsa di kandangnya,” kata Jhon Arwandi.

Pelatih itu mengakui kemampuan anak asuhnya terhitung merata, tanpa ada yang merasa diri jadi bintang. Meski PSP Padang memiliki empat pemain asing asal Guinea dan Nigeria, namun kemampuan mereka terhitung tidak berbeda mencolok. “Jadi, tak ada alasan untuk mengalah dengan PSBL Langsa,” tegas Jhon Arwandi.

Berbeda dengan Sinyo Aliandoe, Jhon juga akan menggerakkan anak asuhnya dalam formasi dasar 4-4-2. Dalam kondisi itu, Romus Syahputra dan legiun asing Alseny Diawara akan menjadi tombak kembar dan siap mengancam lini belakang tuan rumah yang akan dikomandoi Surya Darma dan didukung Rizaldi serta Fatmawi. Penguatan lini belakang PSBL juga akan dibantu gelandang asing veteran, Ibrahim Hehanusa yang sering rajin ikut turun ke lini belakang.

Pelatih urang awak itu secara jujur mengakui, pada putaran kedua ini penampilan anak-anak PSBL Langsa jauh lebih maju dari sebelumnya. Apalagi pelatih PSBL Langsa sekarang adalah mantan pelatih nasional. Namun Jhon mengingatkan, PSP bagaimanapun harus memenangkan perlagaan. “Apapun situasi dan kondisinya, PSP Padang tetap ingin menang,” ujar Jhon Arwandi.

Di sisi lain Jhon Arwandi mengatakan, tim manapun yang diuntungkan melalui hasil pertandingan hari ini, pihaknya tidak mau ambil pusing. “Bagi kami, yang terpenting sekarang adalah bagaimana cara menaklukkan PSBL Langsa di kandangnya,” tegas Jhon Arwandi.(sy/rid)





Alamat Redaksi: Jl Raya Lambaro Km 4,5 Tanjung Permai, Manyang PA , Aceh Besar - Banda Aceh. (0651) 635544 (ext: 205, 209, 218, 219) (0651) 637180 redaksi@serambinews.com
Serambi Online sejak 1 Juni 2004 | Designed & Created by Sobirin, TI Bangka Pos Group
Serambi Indonesia © Juni 2004

Nurdin Halid Sebaiknya Sadar Diri

JAKARTA, KOMPAS - Ketua Umum PSSI Nurdin Halid diimbau agar sadar diri, dengan tidak memaksakan tetap bertahan sebagai Ketua Umum PSSI. Vonis MA yang menghukum Nurdin mendekam di penjara selama dua tahun, plus denda Rp 30 juta subsider enam bulan kurungan, membuat Nurdin tak layak memimpin PSSI, dari segi etika, kepatutan, maupun kapabilitas.

Demikian benang merah pendapat sejumlah pengamat sepak bola, yang dimintai tanggapan oleh Kompas, Sabtu dan Minggu (15-16/9). Mereka adalah mantan pemain dan pelatih tim nasional Sinyo Aliandoe, eks Ketua Bidang Organisasi PSSI Tondo Widodo, dan Koordinator Indonesian Sport Watch Lilianto Apriadi.

Sinyo berpendapat, hukuman dua tahun penjara membuat Nurdin berhalangan tetap memimpin PSSI. "Semampu-mampunya Nurdin menjalankan roda organisasi dari penjara, tentu hasilnya tidak akan maksimal. Jadi sebaiknya sadar diri, mundur sajalah," kata Sinyo.

Lilianto meminta Nurdin segera menyerahkan diri kepada aparat hukum, sebagai teladan dari seorang tokoh olahraga yang berjiwa sportif. Setelah itu, Nurdin meletakkan jabatan Ketua Umum PSSI, lalu PSSI menggelar musyawarah nasional luar biasa. Hal senada diungkapkan Tondo. (ADP)

'Indonesia Gampang Grogi'

Rabu, 30/11/2005 03:03 WIB
Jelang INA vs Thailand
'Indonesia Gampang Grogi'
Erika Riswanti - detiksport


Jakarta - Indonesia selalu grogi kalau bertemu dengan Thailand. Demikian pendapat mantan pelatih timnas Indonesia, Sinyo Aliandoe tentang duel Indonesia versus Thailand di babak semifinal Sea Games 2005. Menanggapi duel timnas U-23 yang ditukangi Peter Withe melawan timnas Thailand, Sinyo menyatakan bahwa Thailand sedikit punya kelebihan dibanding Indonesia. Kelebihan itu adalah rasa percaya diri yang besar. "Thailand itu punya prinsip, kalau mereka boleh kalah dari tim lain, tetapi asal jangan kalah dari Indonesia," kata Sinyo. Otomatis dengan prinsip seperti itu tim Gajah Putih akan tampil lebih ngotot dibandingkan Indonesia. Ditambah penampilan babak penyisihan yang cukup stabil, Thailand bisa dikatakan unggul di atas kertas. "Sepanjang babak penyisihan, penampilan Thailand sangat stabil. Mereka akan jadi lawan yang berbahaya bagi Indonesia." "Indonesia harus bisa kurangi rasa nervous-nya. Setiap ketemu Thailand, pemain Indonesia selalu berkurang rasa percaya dirinya. Grogian jika lawan Thailand. Akan lebih ringan kalau Indonesia bertemu dengan Malaysia di babak semifinal," tambahnya. Oleh karenanya, Sinyo berharap pemain Indonesia bisa menjaga rasa percaya dirinya. Apalagi, Indonesia baru saja mengalahkan Laos dengan skor yang telak, 4-0. "Peter Withe harus bisa membangun rasa percaya diri pemain. Kemenangan atas Laos itu bisa jadi modal yang sangat besar," tandas Sinyo. Foto: Peter Withe diharap bisa menambah rasa percaya diri skuad timnas U-23 (asianfootball) ( erk )