Kamis, 02 Juli 2009

Ketika Kompetisi Tak Lagi Dipercayai

Susahnya Membangun Sepak Bola Indonesia (1)


AWAL November ini menjadi hari-hari yang bahagia bagi komunitas sepak bola nasional. Setelah lebih 20 tahun absen dari arena Asian Games, tim nasional Indonesia kembali mendapat kepercayaan. Mereka berangkat ke Qatar untuk berlaga di pesta olahraga nomor dua terbesar di dunia setelah Olimpiade tersebut. Berikut catatan Suara Merdeka yang diturunkan dalam dua seri.

Tapi, sepak bola pergi tanpa target meski mereka telah berlatih lebih dari lima bulan di Drachten, Belanda. Cabang olahraga lainnya dipatok beban minimal masuk empat besar.

Nyaris bersamaan dengan pengumuman KONI Pusat akan keberangkatan tim sepak bola ke Asian Games, Kamis (2/11) lalu, di Surabaya ketua umum PSSI Nurdin Halid melontarkan ide kontroversial. Nurdin berencana membeli tujuh pemain Brasil untuk dididik menjadi ''Indonesia'' sebelum kewarganegaraannya dinaturalisasi lima tahun mendatang. Tujuh pemain itu nantinya menjadi anggota tim nasional Indonesia!

Ide Nurdin bagus. Naturalisasi pemain Brasil mungkin bisa memperbesar peluang lolos ke putaran final Piala Dunia. Jika merunut obsesinya, ditargetkan pada Piala Dunia 2014 di Brasil, Indonesia bisa ikut bersaing.

Salah satu alasan Nurdin melontarkan ide itu adalah karena dia tidak yakin kompetisi di Indonesia --Liga dan Copa Indonesia-- bisa melahirkan pemain yang mampu bersaing di babak kualifikasi Piala Dunia. Sangat ironis. Liga Indonesia digelar oleh PSSI, dan Nurdin adalah ketua umumnya. Namun sekarang, dia justru meragukan sendiri hasil kerjanya. Tak ada rasa percaya diri.

Tentu saja kontroversi langsung mencuat. Pertanyaan pertama yang muncul adalah; perlukah kita ''menyewa'' orang-orang Brasil untuk mengibarkan Merah Putih di tingkat internasional?

Duo pelatih gaek, Sinyo Aliandoe dan Sartono Anwar yang pernah menjadi pelatih timnas, menentang ide itu. Menurut keduanya, ide Nurdin mudah diwujudkan, namun prestasinya mustahil bisa dipertahankan. Misalnya setelah tim yang beranggotakan pemain impor itu membawa Indonesia lolos ke putaran final Piala Dunia, bagaimana cara mempertahankan prestasinya? Haruskah mengimpor pemain lagi?

''Benahi kompetisi dan pembinaan pemain usia dini. Kita tidak bisa meraih prestasi secara instan dengan model membeli pemain macam itu,'' ujar Sartono Anwar, eks pelatih timnas yang kini mengarsiteki Persikab Kabupaten Bandung.

Sedang Sinyo Aliandoe berpendapat, niat Nurdin membeli kewarganegaraan pemain-pemain asal Brasil hanya merupakan sebuah bentuk kepanikan dan bukti ketidakpercayaan diri.

''Tidak ada yang mematok target agar PSSI lolos ke putaran final Piala Dunia 2010, 2014 atau 2018. Apa yang membuat Nurdin tergesa-gesa ingin mencapainya? Membeli pemain Brasil hanya membuktikan bahwa dia tidak percaya terhadap kompetisi yang dibangunnya sendiri,'' tegas Aliandoe, yang juga eks pelatih timnas.

Tapi, jangan dulu menyalahkannya. Mari kita memahami kegelisahan Nurdin, sekaligus membuka ulang memori kusut kompetisi di Indonesia. Tahun 2006 ini, Liga Indonesia telah menyelesaikan umurnya yang ke-12. Tahun depan, liga memasuki musim ke-13.

Liga Indonesia merupakan sebuah ide unik. Di luncurkan 1994, liga ini menggabungkan dua kekuatan berbeda, amatir dan profesional (perserikatan dan galatama). Para petinggi sepak bola ketika itu tampaknya menyadari, dua dekade suram --yakni era 1980 dan 1990-an-- di mana nyaris tak ada prestasi, harus segera diakhiri.

Namun mereka tidak ingin mendongkrak prestasi dengan cara instan. Karena itulah, pilihan yang diambil adalah membenahi sistem kompetisi. Kompetisi perserikatan dan galatama yang semula digelar terpisah, disatukan, sehingga tak ada lagi dikotomi perserikatan dan galatama. Yang ada Liga Indonesia.

Pentas Dunia

Indonesia bertekad menuju pentas dunia. Misi besar itu diusung ketika liga dirilis 27 November 1994 di Jakarta. Dalam manual liga ketika itu, ditargetkan setidaknya pada Piala Dunia 2006, paling lambat 2010, nama Indonesia sudah masuk line up tim-tim kontestan putaran final Piala Dunia. Tetapi apakah yang terjadi?

Hingga Piala Dunia 2006 lewat dan pentas 2010 di ambang mata, prestasi itu tak kunjung datang. Liga Indonesia tetap masih penuh bopeng. PSSI bahkan masih terus asyik mengutak-atik aturan main dan format kompetisi.

Liga Indonesia sebenarnya berjalan mulus. Hanya sekali pada musim 1997/1998 kompetisi dihentikan di tengah jalan karena kerusuhan Mei 1998, yang meluluhlantakkan sebagian Indonesia. Mengapa liga yang mulus dan telah berjalan 12 tahun, tidak bisa menghasilkan pemain berkualitas?

Liga memang mulus. Tetapi, konsepnya penuh perubahan. Aturan mainnya seperti petak umpet, plin-plan, berganti-ganti alias tanpa konsistensi. Selama 12 kali penyelenggaraan liga, PSSI melakukan perubahan sistem kompetisi sebanyak 11 kali!

Itu artinya, hampir setiap tahun Liga Indonesia mengalami perubahan. Ganti pengelola, ganti aturan main, ganti format. Bahkan tak ganti pengelola pun, aturan main acap berubah-ubah. Klub-klub cuma bisa menunggu dalam kebingungan dan ketidakberdayaan.

Dibuka dengan sistem dua wilayah pada 1994/1995, diikuti oleh 34 klub, liga kemudian diciutkan menjadi 31 tim pada musim berikutnya.

Repotnya, perubahan jumlah peserta terus terjadi nyaris setiap musim (lihat tabel). Format kompetisi juga tak menentu. Format sering berganti: dua grup, tiga, lima, dan pernah hanya satu grup.

Persoalannya, visi dalam setiap perubahan sangat tidak jelas. PSSI tidak menjelaskan mengapa liga harus dengan peserta 30 klub, 28 klub, dibagi dua wilayah, lima wilayah, atau lainnya. Padahal seharusnya, visi itulah yang penting ketika dilakukan sebuah perubahan.

Contohnya pada Liga Indonesia V (1998/1999). Saat itu, PSSI membagi liga ke dalam lima grup, setiap grup hanya berisi enam tim. Akibatnya, setiap klub hanya bertanding 10 kali dalam satu musim. Bagaimana akan lahir pemain berkualitas jika dalam satu musim kompetisi --yang lamanya sekitar 11 bulan-- pemain hanya bertanding 10 kali?

Hingga musim inipun, klub-klub masih selalu cemas dan waswas menunggu pengumuman PSSI setiap kali menjelang bergulirnya liga: perubahan apalagi yang akan terjadi?(Gunarso-40)

sumber :

http://www.suaramerdeka.com/harian/0611/13/ora14.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar